Monday, January 31, 2011

[Koran-Digital] Legislator Peduli BlackBerry



  • 31 Januari 2011

    PENYELUNDUPAN
    Legislator Peduli BlackBerry

    BUS yang membawa anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin siang tiga pekan lalu. Ketika itu 10 legislator baru saja melakukan inspeksi mendadak di kantor Imigrasi Bandara. "Kami mengecek kenapa Gayus Tambunan bisa lolos ke luar negeri," kata Ichsan Soelistio, salah seorang anggota Komisi.
    Dalam perjalanan pulang ke Senayan, bus melaju ke arah Pelabuhan Laut Tanjung Priok. Ichsan kaget karena tak tahu ada agenda tambahan yang baru diumumkan di tengah jalan. "Saya tidak tahu karena yang mengatur pimpinan Komisi," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. "Tapi saya anggap wajar karena yang namanya inspeksi mendadak, agenda pasti rahasia."
    Bus membawa rombongan Komisi Bidang Hukum itu menuju Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Di sana mereka ditemui Kepala Kantor Rahmat Subagio. 
  •  
    Aziz Syamsuddin



  • Herman Hery
  • Kunjungan dinas ini terasa janggal karena Bea dan Cukai sesungguhnya bukan partner kerja Komisi Hukum, melainkan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR. Namun Wakil Ketua Komisi Hukum Aziz Syamsuddin beralasan ia datang ke Priok untuk menanyakan pemeriksaan penyelundupan oleh penyidik pegawai negeri sipil. Penyidik sipil, kata anggota Fraksi Golkar ini, masih berada di ranah kerja Komisi Hukum.
    Sumber Tempo bercerita bahwa ada udang di balik kunjungan mendadak itu: sidak dilakukan untuk mengeluarkan dua kontainer barang impor bermasalah milik PT Anugrah Karya Utama. Empat hari sebelum kunjungan tersebut, Komite Pengawas Perpajakan menyampaikan informasi ke Direktur Jenderal Bea dan Cukai Thomas Sugijata tentang dua kontainer barang mencurigakan yang akan masuk pelabuhan.
    Sebab, sehari setelah menerima kabar dari Komite Pengawas, seorang pejabat bidang intelijen di bagian pencegahan dan penindakan Bea-Cukai Pelabuhan Tanjung Priok diketahui makan siang dengan bos Anugrah Karya di Restoran Sop Buntut Haji Sodik, Jalan Danau Sunter, Jakarta Utara. Pemilik perusahaan yang biasa disapa A Pau Yanto itu datang memakai Honda Civic B-4-PAU sekitar pukul dua siang.
    Mendengar dokumennya dianggap bermasalah, A Pau membawa berkas pemberitahuan impor barang pada 10 Januari lalu, tepat pada hari kedatangan anggota legislatif. Dia berharap, kata sumber Tempo, lobi orang dalam dan tekanan anggota DPR bisa menyelamatkan dua kontainer barang miliknya.

  • Sumber Tempo di Direktorat Bea dan Cukai mengatakan A Pau adalah pemain lama dalam bisnis "gelap"-membawa barang tanpa izin masuk Indonesia. "Dia dekat dengan aparat hukum dan politikus DPR," katanya. Tiga nama di Komisi Hukum DPR yang disebut-sebut "dikenal dengan baik" oleh A Pau adalah Aziz Syamsuddin dan Setya Novanto dari Partai Golkar serta anggota Fraksi PDIP, Herman Hery.
    Indikasi kedekatan itu juga terlihat ketika Komisi Hukum menginspeksi gudang minuman keras sitaan Bea dan Cukai di Bumi Serpong Damai, Tangerang. Saat itu mereka minta barang sitaan tersebut diawasi ketat. "Barang-barang di gudang itu milik lawan bisnis A Pau," kata sumber tadi.
    Aziz membantah tudingan tersebut. "Enggak benar itu. Kami mau penyelundupan itu diusut, kok malah dibilang minta (kontainer) itu dikeluarin," kata Aziz, Senin pekan lalu. Setya mengaku tak ikut-ikutan. "Masak Ketua Fraksi (Golkar) ikut turun," ujarnya. "Saya tidak tahu apa-apa soal itu." Herman Hery juga menampik dikatakan membekingi. "Siapa yang bilang? Saya juga tidak ikutan inspeksi itu," ujarnya.
    Adapun Kepala Bea dan Cukai Tanjung Priok Rahmat Subagio tak mau banyak berkomentar. "Kedua kontainer masih dalam penelitian dan kami mengutamakan asas praduga tak bersalah," katanya. Dia juga menolak menjawab soal pertemuan anak buahnya dengan sang importir.
    A Pau tak menjawab panggilan telepon yang dilayangkan Tempo. Pertanyaan melalui pesan pendek juga tidak dibalasnya. Jumat pekan lalu, Tempo menyambangi kantor PT Anugrah di Pasar Jembatan Merah, Mangga Besar, Jakarta Pusat. Tak mudah menemukan kantor perusahaan yang didirikan pada Agustus 2008 itu karena mereka tak memasang papan nama. Di alamat resmi perusahaan tersebut hanya ditemukan rolling door bercat kuning yang digembok. "Sudah tiga hari kantor itu tutup," kata seorang karyawan kantor yang bersebelahan dengan Anugrah.
    l l l
    RENCANA meloloskan kontainer itu berantakan lantaran keburu ketahuan Komite Pengawas Perpajakan. Komite ini menyurati Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta kontainer itu dibeslah. Agus setuju. Dua kontainer bermasalah juga diperintahkan ditaruh di lokasi yang mudah diawasi sebelum diperiksa ulang Senin dua pekan lalu.
    Akhir pekan menjelang pemeriksaan itu, salah satu kontainer raib dari lapangan penimbunan peti kemas PT Graha Segara. Petugas Bea dan Cukai beralasan kontainer hanya dipindahkan sementara karena peti kemas di bawahnya hendak dikeluarkan. Belakangan diketahui di dalam kontainer yang sempat raib itu tersimpan 4.000 BlackBerry, 2.000 unit telepon seluler, seribu lebih Sony PlayStation 2, dan sekitar 12 ribu botol wine. Barang-barang itu tak tercantum dalam dokumen impor.
    Setelah kasus beking BlackBerry selundupan itu terbongkar, muncul gerakan DPR yang bertujuan memberangus Komite Pengawas Perpajakan. Menurut anggota Komisi Keuangan, Arif Budimanta, yang dipersoalkan dasar hukum tugas Komite Pengawas. Agenda itu kabarnya disiapkan sebelum rapat DPR dengan Komite yang dipimpin mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi tersebut. "Bahannya ada yang menyiapkan, tapi saya tak tahu siapa."
    Serangan terhadap Komite Pengawas Perpajakan itu terjadi Selasa dua pekan lalu. Dalam rapat kerja Komisi Keuangan DPR, sejumlah anggota Dewan menyemprot Anwar Suprijadi. Rapat dibuka dengan permintaan agar Anwar menjelaskan peran dan fungsi lembaganya. Anwar menjawab, "Kami bertugas mengawasi pajak, Bea dan Cukai...." Tapi, belum habis kalimat Anwar, datang interupsi beruntun mempertanyakan wewenang Komite Pengawas Perpajakan mengurusi masalah kepabeanan.
    "Ngapain Komite Pengawas Perpajakan ngurusin Bea-Cukai?" tanya anggota Komisi dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Marcus Mekeng. "Komite tidak berwenang melakukan penyegelan, Komite hanya boleh mengurus pajak."
    Menurut Anwar Suprijadi, lembaganya berwenang memonitor Bea dan Cukai. Ia merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan soal Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan. "Kami tidak melanggar aturan apa pun karena kami bekerja sesuai dengan perintah menteri itu," katanya.
    Aturan yang diterbitkan pada Juli 2010 tersebut menyatakan Komite memiliki Subbagian Fasilitasi Pencegahan Penyimpangan II, yang bertugas memantau serta mengumpulkan informasi dari petugas Bea dan Cukai demi mencegah penyimpangan di Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
    Anwar mempertanyakan keberatan anggota DPR itu. Dia mengaku sudah berkali-kali mengawasi penyelundupan tapi tak pernah dikeluhkan DPR. "Kalau memang bermasalah, kenapa tidak dipersoalkan dari awal, kenapa baru sekarang," katanya.
    Oktamandjaya Wiguna, Setri Yasra, Pramono, Iqbal Muhtarom
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/01/31/NAS/mbm.20110131.NAS135831.id.html

Monday, April 12, 2010

[Koran-Digital] Fw: Memoar Orang Kalah

Indra Jaya Piliang (dok detikcom)
Minggu, 11 April 2010 05:49 WIB

Erafzon Sas

Jakarta (ANTARA News) - Apakah orang kalah harus mempertanggungjawabkan kekalahannya? Ini pertanyaan mendasar di dunia politik kita sekarang.

Faktanya, hanya sedikit partai politik atau elite politik yang bersedia mempertanggungjawaban kekalahannya kepada masyarakat.

Jangankan bertanggungjawab, mengucapkan terimakasih kepada konstituen pemilihnya dan meminta maaf karena pilihan itu tidak membuatnya menang pun, merupakan barang langka.

Ucapan terimakasih kasih datang dari mereka yang menang, tak jarang disampaikan dengan pesta megah nan meriah. Rakyat lalu mengelu-elukannya.

Sebaliknya, yang kalah sulit menerima kekalahan, meski sebelum pemilu mereka dengan gagah berjanji siap menang siap kalah.

Di bawah kondisi itu, ada seorang politisi muda yang menentang tradisi itu dengan membuat buku dan menyampaikan pertanggunjawabannya atas tiga kekalahan yang dialaminya dan partainya.

Anak muda itu Indra Jaya Piliang.  Dia anak orang biasa yang lahir 19 April 1972 di Kampuang Perak, Pariaman, Sumatera Barat. Sebelum kuliah, dia adalah penjual sate padang di Jalan Kunir, Jakarta Kota.  Dia sempat  menjadi pesuruh di CSIS sebelum akhirnya menjadi salah satu peneliti di lembaga pengkajian terkemuka itu.

Indra menyampaikan pertanggungjawabannya atas kekalahan pada pemilihan anggota DPR RI 9 April 2009, pemilihan presiden dan wakil presiden 8 Juli 2009, dan pemilihan ketua umum Partai Golkar 7 Oktober 2009.

Indra tidak terpilih menjadi anggota DPR RI dari daerah kelahirannya, Sumatera Barat). Dia juga kalah seiring kalahnya JK-Wiranto dalam pemilihan presiden dan wakil presiden lalu. Selain pendukung setia pasangan itu, Indra adalah salah satu juru bicara dan juru debat di sejumlah forum bagi pasangan itu selama kampanye. Terakhir dia kalah ketika mengusung Yuddy Chrisnandi menjadi ketua umum Partai Golkar.

Indra menulis pertanggungjawabannya itu dalam buku setebal 568 halaman berjudul "Mengalir Meniti Ombak, Memoar Kritis Tiga Kekalahan", terbitan Ombak, Yogyakarta, 2010.

Dia memberi alasan mengapa menggunakan kata mengalir, meniti dan ombak untuk judul bukunya. Dia juga memberi alasan mengapa memoar itu ditulis ringan, tidak berat seperti penulisan sejarah yang menjadi bidang studinya saat menempuh kesarjanaannya di Universitas Indonesia.

Di buku bersampul biru muda, berlatar ombak dan foto wajah dominan agak narsis itu, Indra menuliskan perjalanan hidupnya, sejak lahir, kemudian menempuh pendikan dasarnya hingga SMA di Pariaman, lalu berkuliah di jurusan Sejarah, UI.

Dia kemudian bekerja di CSIS sebagai analis politik, dan akhirnya terjun ke politik praktis sebagai politikus Partai Golkar.

Indra menyajikan banyak fakta dan data dalam bukunya, termasuk klarifikasi atas "selebaran gelap" berisituduhan isteri Boediono (waktu itu cawapres) beragama Katolik.

Indra menjawab tuduhan keterlibatan pasangan JK-Wiranto dalam tuduhan itu dengan memuat kronologi peristiwa dan membeberkan bahwa selebaran itu adalah kopian Tabloid Indonesia Monitor.

Kopian berita itu adalah isi wawancara media itu dengan Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia Habib Hussein Al-Habsyi yang dimuat di halaman 6 edisi 3-9 Juni 2009 majalah itu dan wawancara dengan Prof. Dr. Suparman, Direktur Pascasarjana Universitas Tarumanegara di halaman 7 dalam judul  "Dia Kejawen, Standarnya Beda".

Dari sekian detil di buku ini, ternyata banyak detil yang tidak dimuat Indra, seperti latar belakang lahirnya slogan "Lebih Cepat, Lebih Baik."

Indra sempat berkilah yang layak menjelaskan itu adalah Jusuf Kalla sendiri, tapi karena Kalla tidak menghadiri peluncuran kedua buka Indra --satunya lagi "Bouraq-Singa Kontra Garuda, Pengaruh Sistem Lambang Dalam Separatisme GAM Terhadap RI"-- dia pun akhirnya menjelaskannya.

Slogan JK-Wiranto itu muncul setelah Jusuf Kalla menjalani operasi di luar negeri karena dia sering mengalami migren.

Setelah menjalani operasi, kata Indra, JK muncul dengan ide-ide cemerlang, termasuk slogan "Lebih Cepat, Lebih Baik" yang kini banyak digunakan orang untuk mendorong seseorang atau sekelompok orang tidak menunda pekerjaan.

Dana kampanye

Ada lagi yang tidak dimuat Indra, tetapi dibeberkannya saat peluncuran kedua bukunya, yakni pertanggungjawaban keuangan.

Menurutnya, KPK seharusnya mempertanyakan dana kampanye para mantan calon anggota DPR, DRPD, DPD dan partai-partai yang kalah.

Namun, apa menariknya membahas kaum yang kalah. Tidak ada hegemoni yang digugat dan tak ada kekuasaan yang harus dijatuhkan dari mereka. Bahasa gaulnya "tidak seksi" karena masyarakat tak menaruh perhatian kepada mereka lagi.

Indra lain.  Dia menyebut mereka, sang politisi kalah itu, telah belajar bagaimana menyiasati perundang-undangan tentang pengumpulan dan penggunaan dana kampanye.

Indra sendiri mengaku telah menghabiskan Rp1 miliar untuk kampanye pemilihan anggota DPR RI. 30 persen dari dana kampanye itu diantaranya berasal dari uang pensiunnya sebagai analis politik CSIS.  Sisanya, dia dapatkan dari sumbangan pengusaha, pejabat gubernur, bupati dan wakilnya, pengusaha, aktivis, sesama politisi, juga mahasiswa.

Dengan bangga dia menyebutkan sumbangan dari seorang mahasiswa yang hanya Rp250.000, senilai satu spanduk.

Menurutnya, politisi itu selayaknya disumbang konstituennya, bukan memberi sumbangan kepada konstituen agar memilihnya saat pemilu.

Loginya begini, jika politisi memberi sesuatu pada konstituen saat kampanye, maka yang terjadi adalah suburnya praktik politik uang dan ketika berkuasa politisi itu akan berusaha keras mengembalikan dana yang dikeluarkannya itu.  Peluang berkorupsi pun menjadi tak terhindarkan.

Apa manfaat memoar kekalahan seorang Indra Jaya Piliang?  Dia setidaknya memberi inspirasi dan pelajaran dalam perpolitikan Indonesia. Dan dia menyampaikan pelajaran itu dalam bahasa ringan yang tidak membosankan, dengan data primer yang lengkap.

Simaklah kata-kata Rizal Ramli, mantan aktivis yang pernah masuk penjara di era rezim Soeharto, mengenai buku ini.

Indra adalah sosok yang luar biasa, katanya. Hanya sedikit politisi sekarang yang menyempatkan diri menulis di saat terjebak rutinitas berjuang memenangkan diri sendiri dan partainya.

Rizal mengritik aktivis Partai Golkar yang terpilih menjadi anggota DPR karena seharusnya merekalah yang menulis pertanggungjawaban itu kepada publik.

Kendati begitu, Rizal senang, kemampuan menulis Indra bisa membawanya menjadi novelis yang mencatat peristiwa dan menyajikanya dalam buku yang enak dibaca, meskipun tidak terpilih jadi anggota DPR

Bagi seorang aktivis atau tokoh pergerakan, kemampuan menulis diperlukan untuk menuangkan buah fikiran untuk menganjurkan perubahan karena seseorang tidak cukup diberi label aktivis dari berdemo semata.

Praksis pergerakan, kata Rizal, tidak cukup hanya berfikir lalu berdiskusi sampai pagi. Dibutuhkan sebuah tindakan agar cita-cita yang diinginkan menjadi kenyataan.

Setiap orang selayaknya tetap menuliskan rasa dan buah fikirannya, meskipun mereka itu kalangan yang kalah.  Dan tulisan Indra seakan menggugat bahwa sejarah tidak hanya ditulis oleh mereka yang menang.

Kekalahan sesungguhnya adalah kemenangan yang tertunda.  Oleh karena itu, setiap orang harus belajar dari kekalahannya, untuk meraih kemenangan di medan pertarungan berikutnya.

Friday, February 26, 2010

Profil Akbar Faisal




Drs. Akbar Faizal, M.Si
Lahir, 21 Desember 1968

PENGALAMAN PEKERJAAN/PROFESI
2007 - Sep 2009:
Konsultan Ahli Komunikasi Internal & Eksternal 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD).
2008 - Sep 2009:
Pemimpin Redaksi Majalah PROGRES
PROGRES berkantor pusat di Jakarta dengan kebijakan redaksional berfokus kepada isu-isu keuangan dan perbankan di daerah.
2007- Sep 2009:President Director Media Plus Network
PT Media Plus Network adalah sebuah perusahaan yang wilayah konsentrasi layanannya adalah Media Strategic, Branding, Mapping & Content Analysis dengan klien-klien utama adalah perusahaan/industri keuangan dan jasa perbankan serta perusahaan-perusahaan multinasional lainnya.
2003 - Sep 2009:
President Director Gagah Communications
Gagah Coomunications adalah sebuah perusahaan jasa komunikasi dengan enam layanan utama yakni PR Consultant, Research, Publishing, Event Organizer, Media Training, dan, Audio Visual.
2000 – 2003:Redaktur Majalah SWA, Jakarta
Majalah SWA adalah majalah nasional (Tempo Group) yang fokus pada liputan tentang korporasi, manajemen dan IT. SWA adalah salah satu majalah ekonomi bisnis terkemuka di Indonesia.
2000:
Internet Agrakom Services (IAS)
IAS adalah anak perusahaan Agrakom yang juga mengelola portal berita www.detik.com. IAS bergerak dalam bidang content provider dan pengambangan website.
1999 - 2000:
Kepala Biro Majalah SWA di Surabaya
1998 – 1999
:
General Manager & Owner Bali tribune, Bali
Bali Tribune adalah majalah pariwisata dua bahasa (Inggris dan Jepang) dengan sistem free magazine. Inilah majalah pariwisata pertama di Bali dengan konsep dua bahasa. Layanan bahasa Jepang atas kerjasama dengan konsulat Jepang di Bali serta Tokyo University.
1996 – 1998:Redaktur Ekonomi Harian NUSA ( Bakrie Group ), Bali
1994 – 1996:Redaktur Harian Manado Post, Manado/Jawa Pos Group
1993 – 1994:Wartawan Harian Jawa Pos di Surabaya
1981 – 1993:Wartawan Harian Pedoman Rakyat, Makassar

RIWAYAT PENDIDIKAN
  • Lulus SMA Neg. 1 Sengkang Kab. Wajo, 1987
  • Fakultas Bahasa dan Sastra IKIP Ujung Pandang, 1992
  • Magister Komunikasi Politik Universitas Indonesia, 2007 (Angkatan Pertama)

BIODATA DIRI
Status:Kawin
Istri:Andi Syamsartika Virawati
Anak:
Gagah Ananda Faizal
Adinda Saraswati
Gading Takhta Akbar
Kesehatan:Sangat Baik
Hobbi:Membaca, Menulis, Travelling
Agama:Islam

PENGALAMAN ORGANISASI


  • Senat Mahasiswa IKIP Ujung Pandang
  • HMI


  • Anggota Jaringan Kerja Budaya Indonesia - Malaysia


  • Indonesian Advertising Watch (Lembaga Pemantauan dan Pengkajian Produk Iklan dan Distribusi ).


  • Pendiri & Ketua Umum Pertama Pemuda Partai Demokrat, elemen pertama Partai Demokrat (2003-2007)


  • Direktur Eksekutif Local Election Centre, sebuah LSM yang bergerak di bidang penguatan civil society dan melakukan riset tentang pilkada dan Voting Behavior.


  • Koordinator Kaukus Intelektual Sulawesi Selatan (KISS)


  • Pendiri Lembaga Penguatan Produk-produk Asli Indonesia (Original Brands of Indonesia)


  • Dll

KARYA TULIS, DLL


  • PENJARA BUKAN CARA, sebuah otobiografi  (Tohpati Grafika, Bali, 1999)


  • PROFESIONALISME versus POLITIK (Elex Media Komputindo, 2002)


  • PARTAI DEMOKRAT & SBY: Mencari Jawab Sebuah Masa Depan (Gramedia Pustaka Utama, 2004)


  • MEREK-MEREK UNGGULAN EKSPOR INDONESIA ( Jejaring Media Plus, 2007)


  • MEREKA BICARA TENTANG PARTAI HANURA (editor)


  • GENERAL CHEK-UP KELISTRIKAN NASIONAL (Jejaring Media Plus, Jakarta, 2008)


  • PENGELOLAAN ASET-ASET NEGARA MELALUI KEBIJAKAN PERTANAHAN NASIONAL (Jejaring Media Plus, Jakarta, 2008)


  • Berbagai artikel di koran nasional dan daerah


  • Berbagai tulisan cerpen dan puisi di berbagai koran nasional dan daerah


  • Pembicara di berbagai seminar tentang Komunikasi Internal dan Eksternal serta Tentang Media.

PENUGASAN DI PARTAI HANURA
  • Anggota DPR RI Komisi V dan Bamus Partai Hanura


  • Wakil Sekjen Bidang Politik, Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah DPP Partai Hanura.


  • Wakil Korda Sulawesi Selatan


  • Kepala Divisi Media Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Hanura


  • Penatar Nasional Jurkam/Pemenangan Partai Hanura


  • Koordinator Staf Khusus Ketua Umum DPP Partai Hanura